PENGOLAHAN KEPITING DAN RAJUNGAN
A. PENDAHULUAN
Dunia perikanan menjanjikan sumber daya yang besar dan memerlukan pengelolaan yang terukur sehingga pemanfaatan untuk kemaslahatan bangsa dapat tercapai secara optimal. Salah satu aspek yang menjadi rantai kegiatan perikanan adalah pengolahan hasil perikanan dimana cara-cara yang tepat dan benar sangat diperlukan. Dewasa ini para pelaku usaha dan pelaku utama perikanan sudah mulai memiliki pandangan yang maju dalam hal bagaimana mengolah dengan efektif dan efisien.
Pemahaman dalam mengolah produk perikanan tidak hanya terpaku pada satu jenis olahan tetapi terkait juga dengan berbagai macam cara mengolah jenis ikan seperti pengolahan ikan-ikan air tawar.
B. POTENSI
Kepiting banyak dijumpai di daerah hutan bakau dan tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia. Oleh karena habitat dari kepiting di Indonesia umumnya di daerah Bakau, maka kepiting lebih dikenal dengan nama ”kepiting Bakau”. Sedangkan jenis kepting yang paling banyak ditemukan dan diperdagangkan adalah jenis Rajungan. Menurut jenisnya, Kepiting di Indonesia berjumlah 124 jenis (Nontji, 1987 dalam Ghufron, 1997).
Kepiting merupakan salah satu primadona perdagangan perikanan dewasa ini karena produk kepting sangat disenangi oleh masyarakat baik lokal maupun internasional terutama karena rasa dagingnya yang enak serta kandungan proteinnya yang tinggi.
Peluang pasar yang cukup besar dengan harga tinggi menyebabkan bisnis kepiting mulai berkembang di beberapa tempat seperti di Sulawesi Selatan, Cilacap, Medan dan lain-lain. Dengan target pemasaran lokal maupun ekspor. Negara tujuan ekspor antara lain: Jepang, Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Malaysia, Australia dan Prancis.
Sebagai salah satu sumber pendapatan nelayan dan devisa negara, kepiting dan rajungan perlu mendapatkan perhatian khusus baik dari segi kelestarian sumber daya maupun cara pengolahannya. Hal ini juga sangat dipengaruhi oleh permintaan masyarakat terhadap komoditi ini dari tahun ke tahun semakin meningkat baik dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini sesuai dengan data yang dikeluakan oleh Kementrian Kelautan perikanan tentang produksi kepting/rajungan bahwa rajungan memiliki peluang besar untuk menghasilkan devisa bagi negara dengan permintaan yang terus meningkat. Selama tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2006-2008 data ekspor rajungan dalam US$ rajungan memiliki nilai yaitu 130 juta pada tahun 2006, untuk tahun 2007 sebesar 134 juta, dan tahun 2008 mencapai 179 juta. Kenaikan ekspor rajungan mencapai 32,90% pada tahun 2007-2008. Peningkatan ini disebabkan karena rajungan termasuk makanan mewah yang banyak dikonsumsi oleh masyrakat karena memilki rasa yang gurih dan kandungan gizi yang tinggi.
Potensi dan prospek kedepan yang baik inilah menjadi salah satu alasan mengapa pemanfaatan kepiting dan rajungan ini perlu ditingkatkan dikalangan pelaku usaha dan pelaku utama. Umumnya Kepiting diolah menjadi daging Kepiting/Rajungan dalam kaleng, berbagai jenis masakan siap saji di restoran-restoran serta olahan limbah seperti Petis Rajungan.
C. SEBARAN/ DISTRIBUSI
Kepiting dan Rajungan memiliki tempat hidup diperairan pantai. Kepiting biasanya hidup dipantai yang berlumpur dan ditumbuhi pohon-pohon bakau sedangkan rajungan di pantai berpasir, pasir berlumpur dan di pulau berkarang. Rajungan banyak ditangkap di daerah-daerah seperti Bali, Muncar – Banyuwangi, Pasuruan, Lampung, Sumatera Utara, Kalimantan Timur dan Barat, Sulawesi dan Aceh. Sedangkan Kepiting tersebar didaerah pantai dengan hutan mangrove yang masih ada seperti contohnya di daerah Sulawesi, Maluku dan Papua.
Kepting bakau (Scylla serrata) memiliki nama yang berbeda-beda untuk setiap daerah baik di Indonesia maupun negara-negara lainnya di dunia. Penyebaran kepiting ini sendiri tersebar di wilayah Indo-Pasifik yang meliputi antara lain Indonesia, Malaysia, Cina, Filipina. Kepiting bakau ini hanya tersebar di perairan tropis atau pada perairan berkondisi tropis. Daerah sebarannya meliputi wilayah Indo-Pasifik, mulai dari pantai selatan dan timur Afrika Selatan, Mozambik, Iran, Pakistan, India, Sri Lanka, Bangladesh, negara-negara ASEAN, Cina, Jepang dan Taiwan. Kepiting juga ditemukan di pulau-pulau Lautan Pasifik mulai dari kepulauan Hawai di utara sampai ke Selandia Baru dan Australia bagian selatan.
D. PEMANFAATAN
Kepting dan Rajungan sangat populer dengan rasanya yang enak dan bergizi, sehingga masyarakat berusaha untuk memenuhi permintaan pasar melalui produksi olahan-olahan berbahan baku Kepiting dan Rajungan.
Jenis-jenis olahan kepiting dan rajungan antara lain:
1. Pengalengan daging Rajungan/Kepiting
2. Masakan-masakan berbahan dasar daging kepiting dan rajungan seperti sup, kepiting/rajungan bumbu khas Indonesia, dll
3. Pengolahan limbah atau hasil samping seperti Petis Rajungan.
Selain pengolahan menjadi produk olahan seperti disebutkan diatas, banyak masyarakat yang memanfaatkan Kepiting untuk dipasarkan dalam bentuk hidup dengan tujuan restoran-restoran dan juga eskpor. Salah satu keunggulan dari kepiting hidup adalah harga yang tinggi, mudah dilakukan dan bagi konsumen merupakan keuntungan sendiri yaitu tidak memerlukan penanganan untuk menjaga mutu karena dalam bentuk hidup, kondisi kepting tidak akan busuk.
E. MORFOLOGY
Rajungan merupakan yang paling terkenal sesudah kepiting bakau. Rajungan bisa mencapai ukuran 18 cm, capitnya kokoh, panjang, berduri-duri Rajungan dapat dikenali dari bentuk tubuhnya yang melebar melintang. Golongan binatang ini mempunyai jenis yang dapat dimakan terbanyak diantara Crustacea lainnya. Binatang ini ada yang dapat berenang yakni yang ditandai oleh ujung pasang kaki terakhir yang pipih seperti dayung, sedangkan jenis lainnya hanya dapat merayap (Juwana dan Kasijian, 2000)
Kepiting/rajungan merupakan binatang berkaki sepuluh, sepasang kaki yang pertama dimodifikasi menjadi sepasang capit dan yang sepasang lagi yang paling belakang digunakan untuk bergerak. Perutnya terlipat di bawah cephalothorax. Bagian mulut kepiting ditutupi oleh maxilliped yang rata, dan bagian depan dari carapace tidak membentuk sebuah rostrum yang panjang. Insang kepiting terbentuk dari pelat-pelat yang pipih ("phyllobranchiate"), yang dikenal mempunyai "ekor" yang sangat pendek, atau yang perutnya (abdomen) sama sekali tersembunyi di bawah dada (thorax). Tubuh dilindungi oleh kerangka luar yang sangat keras, tersusun dari kitin, dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Kepiting berwarna coklat bercampur hitam yang hidup di air payau, air tawar dan darat, khususnya di wilayah-wilayah tropis. Ketam adalah nama lain bagi kepiting.
Kepiting termasuk keluarga udang (Crustacea). Kepiting yang banyak diperjual-belikan dipasaran adalah jenis kepiting besar atau kepiting bakau (Scylla serrata) dengan berat rata-rata sekitar 500 gr/ekor. Biasanya kepiting dijual masih dalam keadaan hidup dengan capitnya diikat tali plastic atau pelepah pisang.
Jenis kepiting yang diperdagangkan biasanya adalah kepiting jantan dan kepiting telur (betina). Perbedaan antara kepiting jantan dan telur adalah pada bentuk kulit bagian perut, dimana kepiting jantan memiliki bentuk kulit bagian perut melancip sedangkan kepiting betina bentuk kulit bagian perutnya melebar (lihat gambar 1. tentang perbedaan morfologi kepiting jantan dan betina).
Dalam memilih produk kepiting, beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
1. Memastikan kepiting masih dalam keadaan hidup. Hal ini dapat dilihat dengan memberikan rangsangan pada bagian mata. Bila mata masih berkedip dan sungut bergerak, artinya kepiting masih dalam keadaan hidup.
2. Memastikan kepiting bertelur atau tidak dengan cara memperhatikan celah antara cangkang dengan rangka bagian perut. Dengan menekan sedikit rangka bagian perut akan terlihat lapisan telur berwarna jingga. Cara ini memerlukan keterampilan dan kebiasaan.
F. KLASIFIKASI DAN KANDUNGAN GIZI
Rajungan dalam dunia perdagangan dimasukkan kedalam satu kelompok yang sama dengan kepiting yaitu crabs (Soim, 1996). Indonesia memang memilki bebrapa jenis rajungan yang kesemuanya dapat dimakan, tetapi tidak banyak dijumpai seperti rajungan biasa (Juwana dan Kasijian, 2000).
Klasifikasi rajungan menurut Soim (1996) adalah sebagai berikut :
Phylium : Arthopoda
Class : Crustacea
Sub Class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Family : Portunidae
Sub Family : Potunidae
Genus : Portunus
Species : Portunus pelagicus Linn
Sedangkan Klasifikasi Kepiting Bakau adalah sebagai berikut:
Phylum : Artrhopoda
Class : Crustacea
Subclass : Malacostraca
Superordo : Eucaridae
Ordo : Decapoda
Family : Portunidae
Genus : Scylla
Species : Scylla sp.
Scylla serrata
Scylla tranquebarica
Kepiting dikenal sebagai salah satu makanan dari laut (seafood) yang digemari oleh masyarakat kita. Kepiting adalah sumber protein yang baik (mengandung sekitar 18-19.5 gram protein per 100 gram). Lihat tabel di bawah yang menyajikan komposisi zat gizi dari kepiting dibandingkan ikan/seafood lainnya.
Sedangkan dari sumber yang lain, Kepiting dan Rajungan memiliki perbandingan kadar gizi seperti terlihat pada table berikut
Tabel 2. Hasil analisis kimia daging rajungan dan kepiting
Jenis komoditi | Protein (%) | Lemak (%) | Air (%) | (Abu) (%) |
Rajungan jantan Rajungan betina Kepiting jantan Kepiting betina | 16,85 16,17 11,45 11,90 | 0,10 0,35 0,04 0,28 | 78,78 81,27 80,68 82,85 | 2,04 1,82 2,45 1,08 |
Sumber : BPPMHP, 1995
G. PREPARASI BAHAN BAKU
1. Penanganan Kepiting Hidup
Pada umumnya kepiting dijual dalam bentuk daging yang dikemas dalam kaleng atau dijual dalam keadaan hidup. Kepiting hidup memiliki harga yang tinggi dan dapat menjangkau pasar yang jauh.
Beberapa prinsip penanganan kepiting hasil panen perlu memperhatikan faktor-faktor waktu, suhu, higienis (kebersihan) sejak kepiting itu dipanen hingga diserahkan kepada pembeli atau diolah. Panen perlu dilakukan secara cepat dan hati-hati untuk menghindari stres yang berlebihan.
Faktor suhu dapat mempengaruhi laju kecepatan metabolisme (pencernaan), kesehatan, kesegaran dan laju dehidrasi (kehilangan cairan tubuh). Kehilangan berat sekitar 3 - 4% akibat dehidrasi pada proses penyimpanan kepiting tanpa air dapat menyebabkan kematian. Selain itu, Penyimpanan kepiting tanpa air pada suhu dingin (< 140 C) atau suhu panas (> 320 C) dapat menyebabkan kematian kepiting karena lingkungan hidup kepiting berkisar antara 120 C sampai dengan 320 C.
Penangkapan Kepiting dialam relative sulit bagi pemula sedangkan bagi para nelayan, melakukan penangkapan cukup mudah dengan menggunakan alat-alat yang sederhana. Beberapa hambatan dalam usaha menagkap Kepiting dengan tujuan mempertahankannya tetap hidup adalah antara lain karena mudah lari, menyerang satu sama lainya yang mengakibatkan cacat fisik, maupun menyerang orang yang menangani sehingga mengakibatkan kegiatan penanganananya menjadi lambat dan terkadang membanting hasil tangkapan. Oleh karena itu, panen dan penanganan kepiting perlu dilakukan oleh tenaga-tenaga terampil untuk menangkap dan mengikat.
Setelah Kepting ditangkap, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah memisahkan hasil tangkapan berdasarkan ukuran (besar dan kecil), cacat fisik yang dialami seperti patah capit dengan yang utuh, dipisah berdasarkan Kepting hidup dan mati, jantan dan betina, sedang bertelur atau tidak.
Kepiting yang baru saja dipanen harus segera diikat supaya tidak lepas dan saling menyerang, memudahkan seleksi dan penanganan selanjutnya. Pengikatan dapat dilakukan dengan dua cara yakni (Rangka, 2007):
(1) Pengikatan seluruh kaki dan capit sehingga kepiting tidak mampu bergerak,
(2) Pengikatan pada capit saja sehingga kepiting masih mampu berjalan tetapi tidak dapat menyerang.
Pengikatan pertama mempunyai kelemahan bila dibiarkan dalam beberapa hari, ketika akan dilepas, kepiting menjadi lumpuh, tidak lincah sehingga dinilai lemah/sakit yang dapat menurunkan mutu, sedangkan pengikat cara kedua kepiting masih bisa lari kecuali yang lemah/sakit sehingga peluang lepas/hilang bila tempat penyimpanan/penampungan tidak tertutup selalu ada. Kepiting yang telah diikat, disortir (dipisahkan berdasarkan berat dan ukuran), disusun rapi (tidak terbalik) di dalam keranjang atau semacamnya bersusun 3 - 5 lapis dengan kondisi keranjang cukup memiliki ventilasi/lubang untuk sirkulasi udara. Dalam keadaan ini dapat disimpan dalam ruangan lembab bersuhu rendah. Ditingkat petani sering ditutup dengan karung bersih dan basah dan segera dikirim kepada konsumen.
Setelah Kepiting di ikat dan dikemas maka siap untuk di pasarkan. Biaya transport cukup tinggi sehingga perlu perencanaan yang baik agar kepiting yang dikirim tetap dalam keadaan hidup sampai pada konsumen. Bila karena sesuatu hal kepiting yang telah diikat tadak dapat segera dikirim kepada konsumen/pembeli, maka setiap 12 jam dapat dicelup dalam air asin selama beberapa menit untuk menghindari dehidrasi. Bila ada yang lemah sekali atau mati harus segera dipisahkan untuk menghindari kematian kepiting lainya. Kepiting yang lemah, kurang sehat ditandai dengan gerakan tangkai mata dan kaki renang yang lamban, serta keluar busa dari mulutnya.
2. Penanganan daging Kepiting/Rajungan
Terdapat perbedaan antara penganganan Rajungan dengan Kepiting. Jika Kepiting ditangani dalam keadaan hidup maka rajungan ditangani dalam bentuk daging.
Penanganan daging Rajungan menggunakan prinsip – prinsip penanganan suhu rendah (0 – 50C). Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pembusukan oleh bakteri dan enzim karena daging rajungan mengandung substrat yang baik untuk pertumbuhan bakteri tersebut.
Proses perebusan rajungan mentah dilakukan selama ±30 menit dengan suhu 90-1000C, disesuaikan dengan jumlah bahan baku yang direbus (SNI 01-4224-1996). Kemudian Rajungan dibelah dan diambil dagingnya. Daging Rajungan harus dipisah berdasarkan asal bagian tubuh Rajungan. Daging Rajungan sebagian besar terdapat pada bagian badan, kaki, dan capitnya. Berdasarkan daging pada bagian tersebut, maka daging rajungan umumnya dibagi menjadi 4 macam daging, yaitu :
1) Jumbo lamp dan colossal (daging putih) adalah dua daging dari capit.
2) Sepesial (daging putih) adalah daging yang terletak dibagian badan berupa serpihan.
3) Clow meat (daging coklat) adalah dari capit sampai kaki rajungan.
4) Clow fingers (daging coklat) adalah bagian pertama dari capit dan bagian capit yang dapat digerakkan
Bagian-bagian daging tersebut kemudian di simpan kedalam kaleng plastik dan disimpan dalam wadah yang diberi es.
Menurut (Moeljanto, 1992) Mutu daging rajungan dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan mutu yaitu :
1) Mutu I potongan daging (lump Meat) terdiri dari kaki-kaki dan sirip-sirip belakang, merupakan mutu yang baik.
2) Mutu II serpihan putih (White/Flake) terdiri dari sisa daging dari badan.
3) Mutu III daging capit berwarna gelap dan mutunya rendah
H. PENGALENGAN DAGING RAJUNGAN/KEPITING
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6929.1-2002, rajungan kaleng secara pasteurisasi adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku rajungan segar yang mengalami perlakuan sebagai berikut: perebusan dan pengambilan daging, pengisian dalam kaleng, penimbangan, penutupan kaleng, pasteurisasi, pendinginan dan pengemasan, selanjutnya disimpan pada suhu 00C – 50C.
Menurut Muchtadi (1995), pengalengan adalah proses pengemasan pangan secara hermatis yang mengandung arti bahwa penutupan sangat rapat, sehingga tidak mudah ditembus oleh udara, air, mikroba atau bahan lain. Sehingga makanan kaleng dapat dijaga dari kebusukan, perubahan, kadar air, kerugian akibat oksidasi atau perubahan citarasanya.
Selain menggunakan kaleng, penggunaan botol Jar (contohnya botol bekas selai) dapat digunakan sebagai wadah daging Rajungan/Kepiting.
Tahapan-tahapan proses pengalengan rajungan/kepiting menurut SNI 01-6929.3-2002 adalah sebagai berikut:
1. Tahap Penerimaan
Bahan baku harus disertai keterangan yang menyatakan bahwa bahan baku tidak berasal dari perairan yang tercemar. Bahan baku yang diterima diunit pengolahan diuji secara organoleptik untuk mengetahui mutunya kemudian bahan baku ditangani secara hati-hati, cepat, cermat, bersih dengan suhu dingin maksimal 50C dan selanjutnya dilakukan penimbangan. Penggunaan es selalu menjadi penting dalam rangka menjaga suhu tetap dingin.
2. Sortasi /Pemilihan
Daging rajungan yang dihasilkan selanjutnya disortir menurut mutu dan jenis daging kemudian dilakukan pembersihan daging dari sisa-sisa kulit cangkang, filth dan lain-lain. Sortir harus dilakukan dengan cepat, cermat, dan saniter dengan suhu maks. 50C yang dilakukan sedemikian rupa sehingga es tidak bersentuhan langsung dengan daging.
3. Pengisian Dalam Kaleng
Daging yang telah bersih dimasukkan kedalam kaleng secara manual sesuai dengan jenis daging kemudian ditambahkan SAPP (Sodium Acid Pyrophosphat) dan ditimbang dengan timbangan.
4. Penutupan Kaleng
Kaleng yang telah berisi daging rajungan kemudian ditutup dengan menggunakan mesin penutup kaleng. Bahan pelumas yang digunakan pada mesin penutup kaleng harus menggunakan bahan pelumas yang “food grade” yaitu bahan pelumas yang dipersyaratkan untuk makanan. Penutupan kaleng harus dilakukan dengan hati-hati dan secara berkala dilakukan pemeriksaan terhadap lipatan kaleng.
5. Pelabelan dan Pemberian Kode
Setiap produk yang akan diperdagangkan harus diberi label dengan benar dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan importir serta memberi keterangan.
6. Proses Pasteurisasi
Kaleng yang telah ditutup kemudian direbus dalam wadah perebusan dengan suhu 70 – 80 0C selama 115 menit – 180 menit tergantung ukuran kaleng. Selama proses perebusan suhu dan waktu pasteurisasi harus selalu diamati.
7. Pendinginan
Kaleng yang telah mengalami pasteurisasi segera didinginkan dengan cara memasukkan kaleng kedalam hancuran es dan air pada suhu ± 00C selama 2 jam. Air dan es yang digunakan harus mengandung residu chlorine 0,2 ppm.
8. Pengepakan
Kaleng yang telah dingin dikeluarkan dari es kemudian dimasukkan kedalam master karton sesuai dengan label. Penanganan dilakukan secara hati-hati dan teliti.
9. Penyimpanan
Penyimpanan daging rajungan dalam kaleng secara pasteurisasi harus dalam gudang dingin (chilling room) dengan suhu produk maksimal 50 C dengan fluktuasi suhu ± 20C. Penataan produk dalam gudang dingin diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dingin dapat merata dan memudahkan pembongkaran.
Pengolahan berskala rumah tangga juga dapat memproduksi daging Kepiting/Rajungan kaleng dengan mengikuti contoh berikut.
Contoh cara pembuatan daging Rajungan kaleng
a. Bahan-bahan:
1. Kepiting Hidup : 5 kg
2. Air untuk merendam kaleng/ botol: 5 liter
3. Es : 2 kg
b. Alat
1. Timbangan
2. Panci perebus
3. Bak perendaman
4. Kaleng atau botol Jar dengan penutupnya
5. Autoclave atau pressure cooker atau panci pengukus
6. Alat penutup kaleng
c. Cara pembuatan
1. Kaleng atau botol yang akan digunakan disterilkan terlebih dahulu dengan cara mencuci dengan air panas/mendidih dan atau mrendamnya kedalam air panas selama 1 jam dengan tujuan membunuh bakteri dan kuman yang ada didalam kaleng atau botol.
2. Kepiting hidup/Rajungan kemudian direbus dalam panci perebus selama ± 15 menit atau hingga cangkang berubah warna dalam suhu antara 90 – 1000C.
3. Daging Kepiting/Rajungan diambil dan dipisah berdasarkan jenisnya.
4. Kemudian daging tersebut dimasukkan kedalam kaleng/botol
5. Tutup kaleng atau botol dengan rapat
6. Kaleng/botol selanjutnya dikukus (pasteurisasi) pada alat pengukus selama 1 – 1,5 jam
7. Kaleng/botol didinginkan dengan cara diremdam dalam air es dengan suhu kira-kira 50C. Pendinginan dilakukan selama kurang lebih 1 jam
8. Tiriskan kaleng/botol
9. Beri label dan kaleng/botol siap dipasarkan.
I. PENGOLAHAN PETIS RAJUNGAN
Petis merupakan salah satu produk yang umumnya digunakan sebagai campuran dalam masakan, sepert contohnya dalam pembuatan sambal goreng petis dan lain-lain. Petis umumnya berasal dari cairan tubuh ikan atau udang yang telah terbentuk selama proses penggaraman kemudian diuapkan melalui proses perebusan lebih lanjut sehingga menjadi larutan yang lebih padat seperti pasta.
Adapun proses pengolahan petis Rajungan/Kepiting adalah sebagai berikut:
Bahan-bahan
1. Air perasan daging rajungan : 1500 ml
2. Garam : 15 gram
3. Gula merah : 15 gram
4. Air tajin : 500 ml.
Alat
1. Saringan
2. Baskom
3. Dandang
4. Kompor
Cara pembuatan
a) Air perasan daging Rajungan disaring
b) Air perasan dipanaskan dengan dandang diatas kompor
c) Selama dipanaskan, tambahkan gula, garbahkan gula dan garam sambil diaduk
d) Untuk meningkatkan kekentalan, tambahkan air tajin
e) Pengadukan adonan (air perasan, gula, garam dan air Tajin) terus diaduk hingga terbentuk pasta yang kental. Biasanya waktu yang dibutuhuhkan kurang lebih 3-6 jam.
f) Petis yang telah mengental kemudian diangakat sambil tetap diaduk dan diangin-anginkan agar petis cepat dingin.
g) Setelah dingin, petis kemudian dimasukkan kedalam botol jar (Boto yang biasanya dipakai untuk mengemas selai)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus